Friday, January 19, 2018

Pecah Ketuban

MasyaAllah...
Alhamdulillah yaa Allah atas segala karunia yang telah Engkau berikan...

"Setiap persalinan dan kelahiran seorang bayi punya cerita berbeda-beda. Perlu dicatat, persalinan anak keberapa pun pasti terasa sakit!"

Tidak terasa akhirnya saya punya anak lagi, genap sudah dua anak lelaki mewarnai hidup saya. Tidak terasa, dahulu sering galau soal jodoh yang tak kunjung datang, akhirnya kini bisa merasakan menjadi isteri dan seorang ibu. Hidup memang penuh misteri.


Kehamilan anak kedua kemarin memang beda. Dimulai dari cuma mual tanpa ada muntah sama sekali saat trimester pertama, ngidam macam-macam makanan (termasuk diantaranya ngidam makan burger McD saat trimester pertama), suka jalan-jalan dan traveling, lebih strong jarang tidur pagi hari karena ngurus bang Acid, dan berat badan yang bertambah 17kg (berbeda jauh dengan kehamilan pertama yang hanya bertambah 8kg).

Pengalaman dari anak pertama dahulu saya pilih-pilih dalam hal makan. Lebih memilih makan buah dibanding makan sayur atau lauk. Ngemil pun cuma eskrim. Belajar dari pengalaman hamil anak pertama dahulu, hamil kedua kali ini saya "No Pantangan". Apa saja saya makan, alhasil berat badannya saya naik drastis! Asupan makanan lebih banyak lari ke saya dibanding diserap bayi, karena berlebih maka berat badan saya lah yang bertambah.

Ketika saya tanya dokter apa perlu diet jelang persalinan? karena makin membengkaknya badan saya.. Jawab dokter tidak perlu, karena berat badan bayi normal masih di bawah 3kg. Akhirnya saya malah konsumsi es krim untuk menambah berat badan bayi, inginnya adek lahir dengan berat 3kg dan ternyata makan es tetap tidak berpengaruh malah lagi-lagi larinya ke berat badan saya, si dedek lahir dengan berat 2,8kg.

Berdasarkan pengalaman anak pertama lahir lewat hampir seminggu dari HPL, kehamilan kedua kemarin saya sering berjalan kaki. Entah itu ke mall setiap weekend atau berjalan ke pasar kaget dekat rumah setiap minggu pagi, pokoknya lebih diperbanyak berjalan kaki setelah kehamilan menginjak usia tujuh bulan.

Makanya begitu memasuki usia delapan bulan, perut saya sudah kelihatan sangat turun. Sampai banyak orang khawatir lahir duluan sebelum sembilan bulan. Akhirnya benar-benar saya kurangi kegiatan "semangat berjalan kaki".

Kontraksi anak ke dua ini lebih sakit dibanding yang pertama. Kalau dahulu anak pertama perut terasa kontraksi tiga hari jelang kelahiran. Sedangkan yang kedua ini, sepuluh hari dari Hari Perkiraan Lahir (HPL) sudah terasa mules-mules. Mulai dari yang mules biasa sampai mules yang benar-benar perih, tapi masih jeda jauh antara mules satu dengan berikutnya. Bahkan seminggu sebelum melahirkan, saya flek-flek darah hitam, bukan darah segar. Keputihan juga banyak. Karena khawatir saya check ke spog. Menurut dokter kandungan flek wajar karena itu sudah tanda-tanda melahirkan. Kontraksi masih sekitar satu jam sekali, masih jauh dari kontraksi persalinan sesungguhnya yang kontraksi setiap beberapa menit dengan mules yang subhanallah.

Dikehamilan kedua ini, ada sebuah kejadian yang akan saya kenang selalu. Kejadiannya jelang HPL, waktu itu orang tua saya belum datang dari Malang (orang tua saya datang sekitar seminggu dari HPL). Menjelang subuh, sekitar pukul 3.30, saya terbangun. Padahal malam itu saya tidur nyenyak sekali, beda dari malam biasanya saat hamil yang ke dua ini. Saya lupa mau apa saya ketika itu. Tapi yang saya ingat, ketika turun dari tempat tidur rasanya ringan sekali perut ini seperti tidak hamil. Saya pakai jalan dari kamar tidur ke dapur tidak ada reaksi gerakan dari bayi, padahal biasanya dipakai jalan sedikit terasa gerakan, tapi kali ini beda. Tidak ada respon gerakan. Saya pakai jalan mondar mandir sambil menjejakkan kaki kuat-kuat, tetap tidak ada gerakan sekecil apapun. Saya makin cemas, makin saya jejakkan kaki mondar-mandir dari ruang tengah ke dapur dari dapur ke ruang tengah. Tapi belum ada gerakan dalam perut. Saya mulai kalut. Teriak-teriak sambil menangis membangunkan abi. Minta diantar ke IGD, minta segera hubungi tetangga mau pinjam mobilnya. Kata abi saya disuruh tenang, dan menenangkan mungkin adek bayi nya sedang tidur. Lalu saya teringat membuat teh manis hangat. Cepat-cepat saya ke dapur merebus air. Sembari menunggu air matang, saya elus perut sambil berdoa dan berujar kepada bayi, "dek, jangan kaya gini ya dek... ayo adek tendang kaki nya ya nak... adek... ayo bangun adek..."
Begitu air matang cepat-cepat saya seduh teh, buat yang agak panas, lalu saya minum pelan-pelan. Setengah gelas tandas lalu saya merasa ada tendangan pelan sekali hampir tidak terasa. Makin lama makin terasa, lalu perut pun terasa berat lagi. Akhirnya drama jelang persalinan berakhir subuh. Saya pun bisa tenang lagi.

Drama jelang bersalin masih terus berlanjut hingga melahirkan....

Beberapa hari kemudian setelah drama subuh hari, orang tua saya boyongan datang dari Malang (dikatakan boyongan karena bawaan barangnya seabrek banyak nya, layaknya orang boyongan alias pindahan).
Kontraksi terasa makin sakit tapi belum kontinyu. Makin saya banyak jalan mondar mandir di dalam rumah. Jalan layaknya orang tidak hamil, bukan jalan yang terlalu hati-hati karena hamil.
Hari Sabtu, kontraksi makin sering dan setiap kali kontraksi rasanya sakit sekali seperti diiris-iris. Perkiraan saya bakal melahirkan hari Sabtu tanggal 13 Januari 2018. Tapi sampai malam belum juga bakal melahirkan. Saya sudah tidak kuat di hari Sabtu itu, tapi masih saya tunggu tidak buru-buru ke IGD. Kalau hari minggu sudah tidak tahan lagi, saya mau tak mau harus ke IGD.
Sampai maghrib masih belum ada tanda tanda bakal lahir, masih kontraksi-kontraksi yang sakitnya minta ampun. Karena saya sudah tidak tahan dengan sakitnya, maghrib saya tiduran miring kiri. Menurut pengalaman anak pertama dahulu, harus dibanyakin miring ke kiri untuk mempercepat proses pembukaan. Beberapa menit miring ke kiri, kontraksi makin banyak dan tiba-tiba saya merasa ada sesuatu gelombang dari dalam perut, tak lama kemudian keluar rembesan air dari vagina. Saya langsung teriak, "ketuban pecah! ketuban pecah! Ayo cepat ke IGD! SEKARAAANGG!!"... abi saya minta cepat pinjam mobil ke tetangga sebelah kiri rumah. Diminta cepet-cepet pinjam bukannya segera pinjam, malah katanya mau order taksi online dulu, karena baru adzan isya si tetangga masih di masjid. Saya teriak-teriak minta tolong mami panggilkan tetangga sebelah kanan rumah pinjam mobilnya, karena sebelum-belumnya sudah diwanti-wanti boleh pinjam mobil kapan pun jam berapa pun sekiranya butuh ke IGD. Si mami segera keluar rumah mengabari tetangga sebelah kanan. Ternyata mobil tetangga sebelah kiri sudah ready, istrinya ada di rumah, kunci mobil langsung dikasihkan ke abi. Mobil siap berangkat.

Selama beberapa menit saya menunggu mobil pinjaman, si abang mendatangi saya di kamar belakang sambil mengelus kaki saya berujar, "tenang omi... tiada apa-apa... tenang omi"... hati saya terenyuh... anak usia 3 tahun bisa bersikap dewasa seperti itu menenangkan umi nya.

Mobil pinjaman kami beri alas perlak, agar rembesan ketuban tidak mengotori kursi mobil. Saat duduk, ketuban tidak merembes, tapi begitu tiba di IGD saya jalan ke pintu IGD, ketuban merembes lagi. Begitu pula sampai di kamar bersalin, ketuban terus merembes. Sebelumnya saat di bilik IGD, saya dipasang infus karena terus merembes khawatir bayi dalam kandungan dehidrasi. Selain itu saya juga di induksi agar bayi cepat lahir.

Bagaimana rasanya induksi?

Luaaar biasa sakit. Kalau melahirkan tanpa induksi saja sudah sakit, maka induksi dua kali lipat dari persalinan normal sakitnya, bisa dibayangkan!

Setiap kali terjadi kontraksi, saya teriak karena tidak tahan sakitnya. Rasanya panas sekali. Saya teriak memanggil abi untuk di elus bagian punggung bawah. Rasanya nyaman sekali tiap kali dielus, tapi berhubung malam itu hanya saya yang melahirkan alhasil para suster yang membantu mengelus punggung saya, si abi tidak kebagian jatah.

Sebelum kontraksi yang membabi buta itu, dicek terlebih dahulu detak jantung bayi dan dalam sekian menit terjadi berapa kali kontraksi, dengan saya diberikan semacam tombol setiap mengalami kontraksi tombol tersebut saya pencet.

Alhamdulillah, pukul 20.55 di induksi, si bayi keluar pukul 23.00 (kurang lebih jam sebelas malam).

Begitu saya melihat si adek untuk pertamakali rasanya beda dengan saat saya melahirkan si abang. Saat melahirkan si abang, saya kena baby blue, jadi rasanya tidak sayng sama sekali dengan anak begitu dia lahir. Sedangkan saat melahirkan adek, saat pertamakali melihatnya rasanya sayang sekali. Kulitnya adek sangat putih bersih, saya lupa kalau abang dulu bagaimana, tapi keduanya berkulit putih kata saya.

Saat melahirkan, dokter kandungan belum datang, jadi saya dibantu suster dan bidan. Kalau si abang dulu dokter kandungan yang langsung menangani, jadi setelah bayi lahir langsung dijahit luka bersalinnya. Sedangkan saat melahirkan si adek, menunggu dokter nya datang beberapa menit, jadi saya dianggurin beberapa menit dengan luka bersalin. Pula sobeknya lebih lebar daripada persalinan pertama, karena saya sempat mengangkat pantat jadinya luka lebih lebar. Begitu dokter datang, saat dijahit terasa sakit meskipun itu sudah di bius, dan lama. Kata dokter: "diobras" , karena banyak jahitannya.

Alhamdulillah, Allah menitipkan dua anak lelaki pada saya dan abi. Disyukuri saja. Jangan memohon gender seorang anak saat mengandung, karena begitu anak lahir tidak sesuai dengan gender yang kita harapkan, bisa jadi anak tersebut menjadi cobaan berat buat kita dikemudian hari. Begitu nasehat mama mertua setiap kali saya mengandung..

No comments: