Saya sadar ketika memilih dua keputusan tersebut, bahwa setiap keputusan yang saya ambil ada resiko yang harus saya tanggung.
Sebagai contoh tawar-menawar barang:
Ada sebuah kalung dijual dengan harga 15ribu. Datang pembeli pertama hari itu, kalung tersebut ditawar 20ribu dua kalung. Penjual ingin tetap jual 15ribu/ kalung. Pembeli berusaha menawar harga. Penjual keukeuh harga 15ribu. Pembeli pergi. Penjual dilema diantara dua pilihan... Pertama: Penjual setuju 20ribu dua kalung, tapi dengan resiko tidak mendapat laba; Kedua: Keukeuh dengan harga 15ribu/ kalung karena ingin dapat laba, tapi dengan resiko pembeli tadi tidak jadi membeli padahal belum tentu ada pembeli karena beberapa hari toko sepi pembeli. Akhirnya penjual mengambil keputusan Pertama dan memanggil kembali pembeli yang mulai melenggang. Akhirnya terjadi transaksi jual-beli. Lalu penjual mengipas-kipaskan uang ke barang dagangan lain sambil berkata, “Penglaris, Penglaris!!”, dengan nada Optimis.
But Hei!!
Itu kan kalau dagangan. Ibarat kata, pembeli yang kembali setelah tawaran disetujui itu sebagai kesempatan kedua. Setelah keputusan yang saya pilih, mana bisa saya panggil kembali? Nggak mungkin, itu resiko yang saya tanggung.
Setiap keputusan ada resiko! Toh percuma menyesal keputusan tidak dapat dipanggil kembali.
Tapi saya OPTIMIS, dibalik resiko yang saya tanggung atas keputusan saya yang (mungkin) salah. Allah punya rencana Indah Lain suatu hari nanti...
Live Must Go On!! Dan saya terus melawan penyesalan untuk mencari rencana Indah Lain dari Allah SWT...
2 comments:
boleh juga filosofis hidupnya mbak...
Thanks... ^__^
salam kenal..
Post a Comment