Wednesday, March 4, 2009

Saya Jelek.

Saya punya teman sebut saja Untung namanya. Si Untung ini sangat senang ’memuji’ saya: Jelek.

Sampai setiap saya bercermin bertanya sendiri, “Mirror on the wall, who’s the most beautiful of all? Sewaktu saya wisuda si Untung saya undang, tapi ia tak bisa datang, akhirnya saya kirimi dia CD foto-foto wisuda saya. Setelah itu Untung berkomentar, “Apaan itu, aku nggak suka. Menor. Lipstik-mu nggak pantes. Hii, merah banget, bedakmu apa lagi kayak topeng”. Untung sangat senang kedengarannya saat men-down-kan mental saya. Secara tak langsung mengatakan: J E L E K. Saya memaklumi, dia lebih paham make-up dari pada saya. Karena dia bekerja di bidang Advertising. Yang sehari-hari bertemu dengan wanita cantik dengan polesan make-up. Pernah saya tanya, “Kamu kok masih nge-jomblo, di Ibukota banyak cewek cakep bukan?”, Untung jawab, “Iya, tapi nggak Natural. Polesan!” Dan pada suatu kesempatan saya dikenalkan dengan cewek barunya yang tak jauh beda dengan polesan, sebuah produk olahan salon. Saya geli sendiri dibuatnya. Dasar Untung nggak konsisten dengan ucapan. Suatu saat saya iseng berkata pada Untung, “Tung, kalau kamu butuh model, aku bersedia sukarela jadi modelmu”, si Untung jawab dengan cuek, “Mau jadi model apa kamu? Lha wong jilbaban”. Saya senyum, memang sengaja ingin tahu bagaimana komentar dia. Padahal sebelumnya saya pernah jalan-jalan di mall, ada sebuah tabloid Islami menempelkan pengumuman ”Dicari Model Wanita Berjilbab”. Saya ingin mendaftar rasanya, tapi saya harus Facial dulu. Kan -kata Untung- saya: Jelek.

No comments: