Hingga dinihari jum’at 27 Maret 2009 disaat warga terbuai mimpi, Situ Gintung meluap, tanggul jebol. Dan orang-orang PU dengan enteng mengatakan bencana alam? Tak mau dipersalahkan?
Bukankah Situ Gintung waduk yang dibangun oleh pemerintah belanda pada tahun 1930 untuk irigasi? Bukankah waduk buatan?
Fakta membuktikan ternyata sejak tahun 1930 hingga tragedi jum’at 27 Maret 2009 waduk belum pernah sekali pun direnovasi. Waduk yang hanya terbuat dari urukan tanah itu, bersebelahan dengan rumah padat penduduk yang sudah dihuni puluhan tahun secara legal. Mengapa di daerah yang rawan seperti itu pemerintah mengizinkan pemukiman penduduk?
Mengapa penduduk setempat tidak waspada saat malam hari terjadi hujan deras serta hujan es?
Mengapa? Mengapa? dan Mengapa? berjuta pertanyaan berkecamuk di benak saya. Semua saling berkomentar but no action. Relawan dan bantuan mulai berdatangan. Ironisnya, banyak orang berduyun-duyun hanya untuk menyaksikan secara langsung tragedi yang menimpa saudaranya. Hanya melihat, seolah sebuah reality show. Jepretan kamera seakan wajib untuk membuktikan bahwa mereka telah berkunjung ke sana. Beberapa orang sibuk menjala ikan, entah untuk apa. Dan tak ketinggalan, penjaja makanan mangkal takut ketinggalan moment ini untuk mencari pembeli. Negeriku, sebuah bencana bagi sebagian orang adalah sebuah objek wisata yang mengasikkan (Lumpur Lapindo Sidoarjo, bahkan TKP Ryan menguburkan mayat di Jombang dengan cepat menjadi sebuah objek wisata)
Yang tak kalah penting, bencana ditengah pesta demokrasi rakyat jelang pemilu 2009 dimanfaatkan beberapa partai dengan memberi bantuan sekaligus kampanye, memasang spanduk besar-besar di posko bantuan yang mereka buat. Membantu kok pamrih? Mencari hati rakyat?
Stasiun televisi swasta berlomba-lomba menyuguhkan berita Tragedi Situ Gintung yang dikemas dengan kemasan semenarik mungkin. Bahkan infotaiment turut serta memberitakan.
Negeriku, itulah wajah negeriku saat ini...
Semua bermula dari kelalaian dan meremehkan hal-hal kecil. Pelajaran yang saya dapat:
1.Jangan pernah meremehkan hal-hal kecil
2.Pertanda dari Allah berarti sebuah Peringatan
3.Jangan saling menyalahkan dan mengelak dari kesalahan
4.Jangan suka bangun siang. Karena bencana sering terjadi pagi hari saat orang terlelap (contohnya Tsunami Aceh 2005). Rosulullah mengajarkan setelah sholat shubuh jangan tidur lagi, isi dengan kegiatan yang bermanfaat
5.Banyak-banyak berdoa dan memohon ampun kepada Allah SWT.
No comments:
Post a Comment